BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang luas dan memiliki kekayaan alam yang banyak, Letak astronomis Indonesia berada di garis khatulistiwa. Selain itu Indonesia juga mempunyai dua musim, yakni musim kemarau dan musim hujan. Karena memiliki iklim dua musim maka negara Indonesia termasuk ke dalam negara beriklim tropis, sehingga memiliki berbagai macam keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna.
Selain kekayaan flora Indonesia juga memiliki kekayaan fauna. Kekayaan faunapun banyak sekali misalnya serangga (insekta). Salah satu jenis serangga atau insekta yang banyak ditemukan di Indonesia adalah nyamuk. Nyamuk merupakan jenis serangga yang memiliki banyak jenis, seperti nyamuk malaria, nyamuk aedes, nyamuk anopheles dan nyamuk culek. Jenis-jenis nyamuk ini merupakan vektor berbagai jenis penyakit seperti malaria, demam berdarah dan kaki gajah.
Umumnya nyamuk dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Oleh karena itu manusia sejak dulu sudah memikirkan cara untuk membasmi nyamuk. Seiring dengan perkembangan zaman manusia mulai menemukan berbagai senyawa kimia yang dapat digunakan untuk membunuh nyamuk, senyawa ini dikenal dengan istilah insektisida. Insektisida merupakan zat yang di gunakan masyarakat umum sebagai pembasmi serangga seperti : lalat, nyamuk, semut dan lain-lain. Contoh insektisida yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari diantaranya adalah racun serangga bakar, racun serangga semprot, dan racun serangga oles. Insektisida tersebut merupakan insektisida yang mengandung komposisi zat kimia sintetis yang beracun dan efektif dalam membasmi berbagai macam serangga. Banyak iklan jenis insektisida di media cetak ataupun elektronik yang efektif membunuh nyamuk , akan tetapi tidak ada yang berani mengatakan bahwa produk yang di gunakan ramah lingkungan (Intisari, 2007).
Penggunaan insektisida buatan dalam jangka panjang dapat menyebabkan efek samping bagi kesehatan, sehingga diperlukan produk insektisida yang berbahan alami dan ramah lingkungan. Oleh karena itu kami mengangkat judul “Efektivitas Limbah Bunga Sawit Sebagai Bioinsektisida Nyamuk”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Apakah limbah bunga sawit dapat dimanfaatkan untuk mengusir dan membunuh nyamuk ?
2. Bagaimana efektivitas limbah bunga sawit dalam mengusir dan membunuh nyamuk?
3. Bagaimana cara pembuatan bioinsektisida nyamuk dari limbah bunga sawit ?
C. Batasan Masalah
Penelitian yang dilakukan dibatasi pada pembuatan limbah serbuk bunga sawit dan pengujian mortalitas nyamuk pada lingkup ruangan skala kecil, tidak pada lingkup ruangan skala besar.
D. Tujuan
Berdasarkan pada rumusan masalah, maka tujuan penelitian yang dilakukan :
1. Untuk mengetahui pemanfaatan limbah bunga sawit sebagai bionsektisida nyamuk.
2. Untuk mengetahui efektivitas limbah bunga sawit dalam mengusir dan membunuh nyamuk.
3. Untuk mengetahui cara pembuatan bioinsektisida nyamuk dari limbah bunga sawit.
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian yang sudah ada, maka dapat dibuat hasil pemikiran sementara yang bersifat rasional yang disebut sebagai hipotesis. Selanjutnya, dilakukan uji kebenaran terhadap hipotesis tersebut dengan melakukan penelitian. Adapun hipotesis penelitian ini adalah “limbah bunga sawit berpotensi mengusir dan membunuh nyamuk dengan efektif.”
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagi Masyarakat
a. Dapat memanfaatkan limbah bunga sawit sebagai bioinsektisida nyamuk.
b. Membantu masyarakat untuk mengurangi gangguan dari nyamuk pada saat musim panas tiba.
2. Bagi Peneliti
a. Dapat menjadi pembelajaran dan pengetahuan tentang bioinsektisida nabati, yaitu mengetahui cara penanggulangan serangga secara efektif dan aman serta ramah lingkungan.
b. Dapat menjadi daya tarik untuk dilakukan penelitian lanjutan yang bisa menambah manfaat dan nilai guna dari limbah bunga sawit.
3. Bagi Pemerintah
a. Dapat menjadi informasi tambahan dari nilai guna limbah bunga sawit sebagai bioinsektisida nyamuk yang ramah lingkungan.
b. Dapat mendorong pemerintah untuk lebih serius dalam mengembangkan penelitian di kalangan pelajar.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Morfologi Bunga Kelapa Sawit
Klasifikasi kelapa sawit adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Keluarga : Palmaceae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq
Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyerbukan silang (cross pollination). Artinya, bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin dan atau serangga penyerbuk.
Bunga kelapa sawit berumah satu, artinya pada satu batang terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya terpisah pada tandan bunga yang berbeda. Tandan bunga terletak di ketiak daun, mulai tumbuh setelah tanaman berumur sekitar satu tahun. Primordia (bakal) bunga terbentuk sekitar 33 sampai 34 bulan sebelum bunga matang (siap melaksanakan penyerbukan). Letak bunga jantan yang satu dengan lainnya sangat rapat dan membentuk cabang-cabang bunga yang panjangnya antara 10 sampai 20 cm.
Pada tanaman dewasa, satu tandan mempunyai kurang lebih 200 cabang bunga. Setiap cabang mengandung 700 sampai 1200 bunga jantan. Bunga jantan ini terdiri dari 6 helai benangsari dan 6 perhiasan bunga. Satu tandan bunga jantan dapat menghasilkan 25 sampai 50 gram tepungsari. Bunga betina terletak dalam tandan bunga, tiap tandan bunga mempunyai 100-200 cabang dan setiap cabang terdapat paling banyak 30 bunga betina. Dalam satu tandan terdapat 3.000 sampai 6.000 bunga betina. Bunga betina memiliki 3 putik dan 6 perhiasan bunga.
Bunga jantan maupun bunga betina biasanya terbuka selama 2 hari (jika dalam musim hujan bisa sampai 4 hari). Tepung sari dapat menyerbuki selama 2-3 hari, tetapi makin lama daya hidup viabilitasnya makin menurun.
(a) (b) (a) (b) (c) (d)
Gambar 2.1 Bunga jantan dan bunga betina kelapa sawit
Keterangan :
a). bunga jantan b). bunga betina
c). bunga betina masa anthesis d). bunga jantan masa anthesis
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman monoecius, dimana bunga jantan dan bunga betina tumbuh secara terpisah pada satu tanaman. Masa masak atau “anthesis” dari kedua jenis bunga tersebut sangat jarang atau tidak pernah bersamaan. Ini berarti bahwa proses pembuahan bunga betina dengan diperolehnya tepung sari dari tanaman lainnya. Proses penyerbukan dapat terlaksana apabila ada perantara yang mampu memindahkan tepung sari dari satu tanaman ke tanaman lain yang mempunyai bunga betina yang sedang mekar atau “receptive”. Hasil penelitian membuktikan bahwa proses penyerbukan tersebut sebagian besar berlangsung dengan bantuan serangga dan sebagian kecil oleh angin (Siregar, 2006).
Bunga kelapa sawit yang sedang mekar, baik itu bunga jantan maupun bunga betina sama-sama mengeluarkan bau yang menyengat. Bunga jantan yang sedang anthesis memiliki bau yang kebih kuat dibandingkan dengan bunga betina. Ini disebabkan oleh senyawa volatil yang dikeluarkan oleh bunga jantan lebih banyak. Senyawa volatil yang dihasilkan oleh bunga kelapa sawit pada umumnya diketahui sebagai kairomon. Senyawa volatil yang dproduksi dan dilepaskan oleh bunga kelapa sawit berfungsi untuk menarik serangga yang menguntungkan untuk reproduksi kelapa sawit, yakni agar serangga penyerbuk berkunjung dan menyerbuki kelapa sawit (Susanto et al., 2007). Kairomon berfungsi sebagai atraktan (penarik), arestan (menghentikan pergerakan serangga), dan exitan yaitu senyawa yang merangsang serangga dalam seleksi inang.
Hasil analisis GC-MS memperlihatkan bahwa jenis dan kandungan volatil pada bunga sawit yang mengandung indol, asam undekanoat, asam palmitat, estragole, asam 2-oninnoat asam chloroacetic, 4 tetra decyl ester, estragol,1-dodesin, farnesol dan squalen (Suci Rahayu,2006).
B. Nyamuk
Hidup di daerah tropis memang selalu direpotkan dengan kehadiran nyamuk. Nyamuk adalah serangga yang tergolong dalam order Diptera; genera termasuk Anopheles, Culex, Psorophora, Ochlerotatus, Aedes, Sabethes, Wyeomyia, Culiseta, dan Haemagoggus untuk jumlah keseluruhan sekitar 35 genera yang merangkum 2700 spesies (Wapedia, 2008). Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang langsing, dan enam kaki panjang, antarspesies berbeda-beda tetapi jarang sekali melebihi 15 mm seperti yang terlihat pada gambar 2.2.
(Sumber : Yahya, 2004)
Gambar 2.2 Nyamuk
Pada nyamuk betina, bagian mulutnya membentuk probosis panjang untuk menembus kulit mamalia (atau dalam sebagian kasus burung atau juga reptilia dan amfibi untuk menghisap darah). Nyamuk betina memerlukan protein untuk pembentukan telur dan oleh karena diet nyamuk terdiri dari madu dan jus buah, yang tidak mengandung protein, kebanyakan nyamuk betina perlu menghisap darah untuk mendapatkan protein yang diperlukan. Nyamuk jantan berbeda dengan nyamuk betina, dengan bagian mulut yang tidak sesuai untuk menghisap darah (Yahya, 2004).
C. Bioinsektisida
Masa sekarang ini adalah masa serba instan. Tak sedikit insektisida yang ditawarkan dalam bentuk praktis, mudah dan ampuh. Namun tanpa disadari jika penggunaannya sembarang akan terdapat berbagai ancaman, baik terhadap kesehatan maupun terhadap alam dan lingkungan. Hal itu dikarenakan, banyak insektisida sintesis mengandung bahan kimia yang berbahaya yang dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara (Intisari, 2006), yaitu:
- Termakan atau terminum bersama makanan atau minuman yang tercemar.
- Terhirup dalam bentuk gas dan uap, termasuk yang langsung menuju paru-paru lalu masuk ke dalam aliran darah.
- Terserap melalui kulit dengan atau tanpa terlebih dahulu menyebabkan luka pada kulit.
Bila racun anti nyamuk termasuk kelompok insektisida sintesis yang mengandung bahan kimia, artinya obat anti nyamuk tersebut mengandung racun. Hal itu dibuktikan dalam Penelitian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) yang menemukan tiga bahan aktif di dalam obat anti nyamuk yaitu jenis dichlorvos, propoxur, pyrethroid, dan diethyltoluamide serta bahan kombinasi dari ketiganya (Intisari, 2006). Berberapa contoh obat anti nyamuk dalam berbagai bentuk yang terdapat di pasaran dapat dilihat pada gambar 2.1.
(Sumber : wordpress, 2008)
Gambar 2.3 Contoh Obat Anti Nyamuk di Pasaran
Menurut WHO, Grade Class, dichlorvos atau DVDP (dichlorovynill dimetyl phosphat) termasuk berdaya racun tinggi. Jenis bahan aktif ini dapat merusak sistem saraf, mengganggu sistem pernapasan, dan jantung (Intisari, 2006). Lembaga di Amerika yang bergerak dalam perlindungan lingkungan yakni Environment Protection Authority (US EPA) dan New Jersey Department of Health merekomendasikan hal sama. Dichlorvos sangat berpotensi menyebabkan kanker, menghambat pertumbuhan organ serta kematian prenatal, merusak kemampuan reproduksi dan kemampuan menghasilkan air susu. Bagi lingkungan, bahan aktif jenis ini menimbulkan gangguan cukup serius bagi hewan dan tumbuhan, sebab bahan ini memerlukan waktu yang lumayan lama untuk dapat terurai baik di udara, air, dan tanah.
Penggunaan pestisida berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi pengguna, konsumen, lingkungan, serta dampak sosial ekonomi. Oleh karena itu, penggunaan pestisida harus digunakan hati-hati. Penggunan pestisida bisa mengontaminasi pengguna secara langsung sehingga mengakibatkan keracunan. Keracunan tersebut dapat bersifat akut ringan, akut berat, dan kronis. Keracunan akut ringan menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit, dan diare. Keracunan akut bert menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil, dan denyut nadi meningkat. Dapat juga mengakibatkan pingsan, kejang-kejang, bahkan mengakibatkan kematian. Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Namun, keracunan kronis dalam jangka waktu yang lama bisa menimbulkan gangguan kesehatan seperti iritasi mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal, dan pernafasen (Djojosumarto, 2006).
Sementara, propoxur termasuk racun kelas menengah. Jika terhirup maupun terserap tubuh manusia dapat mengaburkan penglihatan, keringat berlebih, pusing, sakit kepala, dan badan lemah. Propoxur juga dapat menurunkan aktivitas enzim yang berperan pada saraf transmisi, dan berpengaruh buruk pada hati dan reproduksi. Pyrethroid, oleh WHO juga dikelompokkan dalam racun kelas menengah. Efeknya, mengiritasi mata maupun kulit yang sensitif, dan menyebabkan penyakit asma. Pada obat anti nyamuk, pyrethroid yang digunakan berupa d-allethrin, transflutrin, bioallethrin, pralethrin, d-phenothrin, cyphenothrin, atau esbiothrin.
Dengan demikian, untuk mengusir serangga sebaiknya dipergunakan bioinsektisida dan pengusir hama dari tumbuh-tumbuhan yang mudah terurai di alam. Bioinsektisida adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu (Suhaya, 2008). Bioinsektisida ini dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya.
Secara umum bioinsektisida diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam karena terbuat dari bahan alami/nabati sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan.
BAB III