Label

Selasa, 16 Agustus 2011

ARTIKEL



MENJADI MAHASISWA YANG RELIGIUS, MANDIRI
PROFESIONAL DAN BERKARAKTER


Mahasiswa Yang Religius
Mahasiswa merupakan aset suatu bangsa yang sangat berharga. Mereka merupakan calon pemimpin dan penerus perjuangan bangsa. Manakala mahasiswa yang sekarang masih belajar di perguruan tinggi dapat terdidik secara utuh dan terarah, maka masa depan bangsa dan negara ini akan baik. Tetapi manakala mereka mendapatkan pendidikan yang parsial, hanya mementingkan sisi kecerdasan intelektual dan kekuatan fisik dan mengesampingkan pembinaan kecerdasan intelektual dan spiritual, maka bangsa yang majemuk ini akan terancam keberlangsungannya.
Tantangan besar yang kedua harus dihadapi mahasiswa setelah lulus dan menjadi  calon tenaga kerja di era sekarang tidak hanya pada tuntutan kemampuan pada aspek kecerdasan intelektual (kognitif) dan keterampilan fisik (skill), tetapi yang juga harus memiliki kecerdasan emosional dan spiritual yang kokoh. Hal ini dikarenakan tantangan permasalahan dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat semakin beragam dan semakin komplek. Oleh karena itu dalam proses pembelajarannya, mahasiswa harus mendapatkan pembinaan yang baik agar kecerdasan emosional dan spiritualnya dapat berkembang optimal.
Salah satu aspek dalam diri mahasiswa yang harus dikembangkan dalam proses pendidikan adalah aspek afeksi (sikap, perilaku dan kepribadian). Selama ini yang relatif banyak berkembang dan menjadi perhatian utama adalah pengembangan aspek kognisi dan psikomotorik. Hal ini tercermin pada jumlah jam mata kuliah pengembangan aspek-aspek ini yang harus ditempuh oleh mahasiswa selama masa studinya jauh lebih banyak dibandingkan dengan mata kuliah pengembangan aspek afeksi atau mata kuliah pengembangan kepribadian ( MPK).
Dalam upaya mengembangkan kemampuan pada aspek afeksi, secara formal para mahasiswa diwajibkan mengikuti kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI). Tujuan yang ingin dicapai dari perkuliahan ini adalah terbentuknya  kepribadian yang baik pada mahasiswa yang beragama Islam. Secara khusus mahasiswa Muslim dapat mengikuti pembinaan keagamaan yang lebih intensif pada Tutorial Pendidikan Agama Islam . Pola integrasi ini menjadi penting karena pembinaan ketika kurang terkontrol, dapat berdampak kepada perilaku keagamaan yang ekstrim.

Mahasiswa Yang Mandiri
“Mahasiswa kini dinina-bobokkan dengan segala sesuatu yang serba instan sehingga secara tidak langsung berimplikasi pada minat enterpreneurship mereka” ungkap Dewi Setyowati, seorang pimpinan BI Yogyakarta dalam dialog “Membangun Kewirausahaan Mahasiswa” yang diadakan di Gedung BI Yogya pada tanggal 4 April 2011.
Untuk bisa survive di era globalisasi ini bisa dibilang cukup sulit, mengingat persaingan mencari pekerjaan sangat kompetitif sementara lahan yang tersedia semakin terbatas. Hal inilah yang melatar-belakangi kaum muda, khususnya mahasiswa untuk mampu berpikir lebih kreatif dengan menciptakan lapangan kerjanya sendiri. Hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan membuang sejauh mungkin paradigma mengenai lulusan perguruan tinggi harus menjadi pegawai. Dengan demikian, etos kerja akan terpupuk. Hal lainnya adalah dengan memberi pembekalan sejak dini mengenai kewirausahaan. Untuk hal ini, universitas-universitas sudah mulai menggalakkan gerakan tersebut. Sebagai contoh di Universitas Islam Indonesia, hampir semua jurusan terdapat mata kuliah kewirausahaan. Hanya jurusan dengan pendidikan profesi yang tidak, seperti kedokteran.
Banyak mahasiswa yang sudah memulai usahanya sendiri. Salah satu contohnya adalah seorang mahasiswa prodi teknik informatika Universitas Islam Indonesia yang memulai usahanya dengan membuka sebuah tempat makan yang menjual aneka salad yang diberi nama rumah salad. Dengan bermodalkan keberanian, bersama teman-teman seangkatannya, ia mampu membuka usahanya yang terletak dibelakang gedung Jurusan Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia. Meskipun menu yang ditawarkan bisa dikategorikan sederhana, namun, mereka mampu membuat menu tersebut menjadi sesuatu yang lain dari yang lain sehingga mampu menarik pengunjung. Memang, usaha yang mereka jalankan belum lama, namun, dari hari ke hari terlihat semakin ramai. Contoh lainnya adalah seorang mahasiswi prodi teknik industri Universitas Islam Indonesia yang memulai usahanya dengan membuka sebuah tempat laundry. Untuk mempermudah usahanya, ia menyiasati dengan membuka usaha dan bekerja sama dengan sebuah rumah kos yang terletak di belakang laboratorium terpadu Universitas Islam Indonesia.

Mahasiswa yang Profesional
Persepsi masyarakat tentang sosok mahasiswa sering berlebih. Mahasiswa dianggap berstrata lebih tinggi, dengan jalan hidup jelas, dan berakhir dengan kesuksesan. Kenyataannya, tak semua seperti itu. Mahasiswa juga dianggap agen perubahan. Karena itu, masyarakat menunggu aktualisasi peran mahasiswa. Masyarakat menganggap mahasiswa agen perubahan jika mereka menerapkan gagasan dan tak sekadar omong kosong.
Jadi profesional dapat menjadi jalan untuk menunjukkan mahasiswa tak hanya bisa bicara. Profesional di bidang masing-masing. Sikap total dalam berusaha dan tak setengah-setengah bekerja merupakan wujud bakti mahasiswa. Bukan cuma untuk masyarakat, melainkan juga bangsa dan negara.
Menggunakan kemampuan intelektual secara maksimal, lalu berupaya menerapkan gagasan secara total merupakan sikap profesional sebagai mahasiswa. Totalitas itu harus dijaga dengan tak melalaikan tugas kuliah. Mahasiswa tak bisa mengkritik tatanan di masyarakat, sementara mereka melalaikan tugas kuliah. Jangan sampai mahasiswa hanya mengkritik, tetapi tak bisa melakoni peran dengan baik.
Bersikap profesional sebagai mahasiswa juga diwujudkan dengan menjaga moral. Degradasi moral di kalangan mahasiswa dapat menurunkan kepercayaan masyarakat. Mereka kerap dianggap hanya bisa bicara. Moral yang baik dapat meyakinkan masyarakat bahwa mahasiswa mampu menerapkan ilmu dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Bukan sekadar teori. Kiprah itu hendaknya ditunjukkan bukan hanya ketika masih mahasiswa. Namun juga setelah lulus dan bekerja. Jangan sampai bersikap idealis ketika masih jadi mahasiswa, lantas asal-asalan setelah lulus. Tak salah jadi profesional kapan saja dan di mana saja. Sebab, jadi profesional adalah pembuktian.

Mahasiswa yang Berkarakter
Mahasiswa masuk di dalam barisan pemuda dan banyak tugas yang harus dilakukan sebagai seorang mahasiswa. Karena mahasiswa adalah tulang punggung bangsa menjadikannya sosok yang harus dapat dukungan dari semua pihak untuk dapat mengeluarkan semua potensi yang dimiliki. “Berikan aku sepuluh pemuda maka aku akan mengubah dunia”, begitu yakinnya Bung Karno pada potensi mahasiswa. Banyak hal yang harus diperbaiki dan bagi pemuda itu bukan hal yang sulit karena potensi waktu, kesempatan, dan usaha masih terbuka lebar.
Maka dari itu mahasiswa harus mampu mengubah situasi saat ini. Puluhan masalah teknis bahkan mungkin ratusan yang harus dijelaskan secara terperinci untuk sebuah perubahan di kampus. Mulai dari permasalahan fisik kampus, kualitas dosen dan mahasiswa, dan moral mahasiswa merupakan tiga sisi yang berbeda yang harus diperbaiki. Tapi ada hal yang sangat mendasar yang menjadi keresahan yang terutama dirasakan oleh para alumni yakni masalah karakter mahasiswa. Padahal yang membedakan mahasiswa satu dengan mahasiswa universitas lain adalah masalah karakter yang dimilikinya. Mahasiswa yang berkarakter dia tahu untuk apa dia melakukan sesuatu termasuk kuliah, mahasiswa yang berkarakter dia akan mampu survive di dunia kerja nantinya, mahasiswa yang berkarakter akan selalu siap memimpin bangsa.
Karakter adalah sistem daya juang yang menggunakan nilai-nilai moral yang terpatri dalam diri individu yang mendasari pemikiran, sikap, dan perilaku (Juntika 2009). Tanpa adanya daya juang mahasiswa tak akan terbentuk karakter yang kuat, semakin tinggi daya juangnya semakin berat medan yang dilaluinya maka tak ada alasan lagi bagi mahasiswa untuk jadi pecundang. Seharusnya mahasiswa diberi tugas yang banyak agar kemampuan berfikir dan manajemennya baik, tapi juga perlu diingat betapa pentingnya sebuah teladan. Mahasiswa bisa berkarakter tidak lepas bimbingan dosennya, apabila dosen tidak mengerti cara mengajar yang dia tahu hanya menyampaikan kuliah maka hanyalah kuli berlabel S1 yang akan diluluskan di Sabuga.
When character is lost everything is lost, korupsi, konflik antar suku, konflik antar partai, merupakan contoh mulai hilangnya karakter bangsa. Hati nurani menjadi suara sumbang di telinga, akal fikiran terbelokkan suasana menjadikan merah putih bangsa tak lagi bisa dibedakan. Korupsi Indonesia menempati peringkat tiga besar dunia suatu prestasi yang memprihatinkan. Konflik antar suku selalu terjadi layak siklus pergantian musim yang selalu konstan. Konflik antar partai walau menjadikan pemilu ramai dan menarik perhatian tapi ini merupakan hilangnya karakter bangsa secara keseluruhan. Dengan dasar demokrasi semua orang boleh mencalonkan diri sebagai wakil rakyat yang menyedihkan banyak artis yang beralih profesi dikala populeritasnya menurun, apakah mau dijadikan sebuah sinetron bangsa ini? Mahasiswa tanpa karakter takkan mampu mengubah kondisi ini.



Artikel
Created By      : Cholis Sunandar
Sumber            : Pustaka Sekolah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar